Yesus, Raja Semesta Alam

131124_HR Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam

Sebagai seorang raja atau pemimpin, Yesus berbeda dengan raja yang yang lain. Yesus, Raja Semesta Alam, datang dan melayani dalam kesederhanaan dan kemiskinan-Nya serta berpihak pada yang miskin dan berkekurangan serta ‘yang paling hina’. Sebagai umat beriman atau beragama, khususnya yang beriman kepada Yesus Kristus dipanggil untuk meneladani-Nya, khususnya mereka yang berfungsi sebagai pemimpin.

Untuk  kita sendiri hendaknya hidup dan bertindak secara sederhana serta memiliki sifat-sifat sebagaimana dihayati oleh orang-orang miskin yang baik dan berbudi pekerti luhur. Maka baiklah di akhir tahun Liturgi ini kita mawas diri: apakah kita semakin tumbuh berkembang dalam iman sehingga semakin meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus, yang sederhana serta datang untuk memperhatikan mereka yang miskin dan berkekurangan dengan rendah hati.

Untuk itu kita memang harus siap sedia berjuang dan berkorban. Sedangkan secara spiritual antara lain kita harus dengan suka rela dan jiwa besar berani memboroskan waktu dan tenaga kita bagi mereka yang ‘terasing, terpejara dan sakit’ maupun ‘lapar, haus dan telanjang’ secara spiritual alias mereka yang kurang diperhatikan alias yang paling hina. Kunjungan bersama kepada mereka  yang sedang dipenjara, yang diasuh di aneka panti asuhan kiranya juga merupakan salah satu bentuk penghayatan iman kepada Yesus, Raja Semesta Alam, yang berpihak pada yang miskin dan berkekurangan.

 

 “Mengabdi Tuhan Allah” berarti menjadikan Allah adalah Raja kita dan kita dikuasai atau dirajai olehNya. Jika kita hidup dan bertindak saling mengasihi berarti kita sungguh mengimani bahwa Yesus Kristus adalah Raja Semesta Alam.

Bacaan Injil: Yohanes 18, 33b – 37 berisi tentang dialog antara Yesus dengan Pilatus mengenai status yesus sebagai Raja orang Yahudi. Dialog dalam pertemuan antara Yesus dan Pilatus dapat disebut sebagai sebuah dialog yang macet. Sebagai gambaran situasi, saat itu Yesus berhadap-hadapan dengan Pilatus untuk diinterogasi di dalam gedung pengadilan yang disebut litostrotos, sedang di luar ada kerumunan besar orang banyak, yang kali ini berada di pihak sebagai musuh dan pendakwa Yesus.

Perwakilan Kaisar itu « takut » pada orang Galilea, yang disebut sebagai raja orang Yahudi ini. Yesus mencoba menguji Pilatus yang memberikan pertanyaan sindiran « Engkau inikah raja orang Yahudi ?» dengan balik mempertanyakan apakah itu pengetahuan dan motif Pilatus sendiri tentang sebutan Raja orang Yahudi itu. Terpujilah dia Raja Israel, Putra Raja Daud » Itu merupakan kalimat saat mengelu-elukan Yesus ; walau sekarang orang banyak yang sama itu pulalah yang ikut mengajukan Yesus ke pengadilan Pilatus. Maka di tahap pertama ini, Pilatus tidak mendapatkan jawaban dari Yesus dan juga tidak bisa menjawab pertanyaan Yesus. Dan untuk melanjutkan penyelidikan ia bertanya « Apa yang telah Engkau buat, sehingga bangsa-Mu sendiri dan orang-orang Yahudi menyerahkan Engkau untuk kuadili?

Petikan ini memperdengarkan pembicaraan antara Pilatus dan Yesus. Injil mengajak kita mengenali Yesus yang sebenarnya, bukan seperti yang dituduhkan orang-orang, bukan pula seperti Pilatus yang sebenarnya tidak begitu peduli siapa Yesus itu. Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam ini juga merayakan kebesaran manusia di hadapan alam semesta. Itulah kebenaran yang dipersaksikan Yesus dan yang dipertanyakan Pilatus.

Kerajaan yang tidak bertentara, yang tidak punya kekuatan militer,  tidak berwilayah dan tidak berpemerintahan dan tidak berasal dari dunia ini atau tidak bersifat seperti kerajaan duniawi  . Dan dialog berakhir dengan pertanyaan Pilatus tentang apakah kebenaran itu, yang tak memperoleh jawab dari Yesus.

Kembali ke dialog antara Pilatus dan Yesus. Ini juga pertanyaan kita yang dalam banyak hal memeriksa Yesus. Menurut Injil Yohanes, “kebenaran” yang dipersaksikan Yesus itu ialah kehadiran ilahi di kawasan yang dipenuhi kekuatan gelap. Ia menerangi kawasan yang gelap. Inilah yang dibawakan Yesus kepada umat manusia. Inilah yang membuatnya pantas jadi Raja Semesta Alam. Orang yang mengikutinya akan menemukan jalan kembali ke martabat manusia yang asali, yakni sebagai “gambar dan rupa” Allah sendiri. Orang yang mendekat kepadanya dapat berpegang pada kebenaran ini. Dan kita-kita yang percaya kepada terang itu diajak untuk ikut membawakannya kepada semua orang. Inilah makna perayaan Kristus Raja Semesta Alam.

Kerajaan Politis dan Kerajaan Spiritual

Patutkah Ia menjadi raja? Gambaran yang sejalan muncul dalam kisah Yesus dielu-elukan di Yerusalem (Mat 21:1-11; Mrk 11:1-10; Luk 19:28-38; dan Yoh 12:12). Ia disambut sebagai tokoh yang amat diharap-harapkan dan diterima sebagai raja, terutama dalam Yohanes. Jelas juga bahwa tokoh ini ialah raja yang bisa merasakan kebutuhan orang banyak.

Ia memilih dan menempatkan orang-orang di kerajaannya, bukan dari kaum cerdik-pandai, namun dari golongan marginal yang polos  dan sederhana. Dan melihat Dia berani mengaku diri sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup, Akulah Alfa dan Omega, maka kita memahami bahwa kerajaan-Nya itu bersifat dahulu, sekarang dan yang akan datang alias tanpa batas dan tanpa akhir alias mengatasi segala ruang dan waktu alam semesta ini.

Dalam arti itu, ia memiliki martabat raja. Gambaran di atas menjadi gambaran ideal manusia sebagai raja yang mewakili Tuhan di hadapan alam semesta. Kebesaran manusia sang “gambar dan rupa” Tuhan dan alam semesta itu diterapkan Yohanes kepada Yesus. Sesudah perayaan ini, orang Kristen menyongsong Masa Adven untuk menantikan pesta kedatangan Yesus, Raja yang bakal lahir dalam kemanusiaan yang sederhana tapi yang juga mendapat perkenan Yang Maha Kuasa.

Apa yang bisa kita petik dari pemahaman akan Kerajaan Allah seperti ini?

Pertama, ketika Yesus diakui sebagai Raja dengan ciri-ciri tadi, berarti Ia meraja tidak untuk menonjolkan kuasa-Nya, melainkan untuk memberi pada kita kebebasan atau kemerdekaan sebagai anak-anak Allah.Dan Kasih sebagai jalan keselamatan itu diteladankan Allah dengan menyerahkan anak-Nya yang tunggal. Kedua, untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya ini, yang diperlukan adalah pertobatan. Jadi untuk menyambut dan masuk ke Kerajaan Allah ini, orang lebih dahulu harus menjadi pantas dan layak, bersih dari dosa. Ketiga, kita dalam kerajaan ini, tidak perlu mengandalkan apapun selain kasih Allah. Karena ini adalah Kerajaan Allah, maka memang cara Allah yang musti dipakai. Ya, walaupun cara  Allah, yang meraja tanpa kuasa seperti ini, dapat menjadi skandal: baik dahulu maupun sekarang.  Kerajaan tanpa tentara, tanpa senjata tanpa kuasa-kuasa yang membuat orang bergetar ketakutan, umumnya diragukan.

Karena ini adalah Kerajaan Allah, maka memang cara Allah yang musti dipakai. Jadi mesias yang tak berdaya di kayu salib, jelas-jelas skandal yang naif dan tidak bisa diterima. Namun bagi kita, yang percaya,  ini adalah kebijaksanaan dari kehendak Allah. Mulai dari kesederhanaan dalam saat kelahiran-Nya di Betlehem, hidup dalam kemiskinan di Nazareth yang jauh dari gambaran jaya garis keturunan Daud, Bapa leluhurnya ; Raja yang « blusukan » tanpa batas dengan mereka yang lepra, yang kumuh, yang dihindari masyarakat ; Raja yang bergabung dengan para pendosa, yang berkelana dari desa ke desa ; Raja yang dengan tangan kosong berhadapan dengan para penangkapnya di taman zaitun dan sendirian di hadapan penguasa dunia saat itu. Puncak skandal Raja ini adalah ketakberdayaan dalam penyiksaan dan hukuman di kayu salib, lalu mati. Tak ada kuasa, tak ada wibawa, hanyalah kelemahlembutan dan kerendahhatian yang ditunjukkannya pada mereka yang mencerca, menghina dan memusuhinya, tatapan teduh pada setiap pengikutnya, hati yang berbelaskasih pada mereka yang lapar, dan pengampunan bagi para pendosa yang bertobat dan pada para pembunuh-Nya. Lahir dalam kerendahan dan mati dalam kehinaan.

 

 Raja Semesta Alam

Pembalikan total inilah yang menjadi inti iman kita dan setelahnya kita tahu bahwa Ia yang telah mengasihi tanpa batas dengan kasih agung pergurbanan diri, menjadi sahaya dari para sahaya inilah yang kemudian memiliki Nama, yang melebihi segala nama. Dia yang mengawali kerajaan-Nya tanpa wilayah dan zero-modal ini ternyata adalah pemilik semesta alam, Raja segala raja. “Layaklah Anak domba yang disembelih itu, menerima kuasa, kemuliaan, kebijaksanaan, kekuatan dan hormat. (Wahyu 5, 12 dan 1,6).

Raja semesta alam merujuk kepada Kristus yang telah bangkit mulia.  Ungkapan “segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya  di bawah kaki-Nya”  memang diarahkan  kepada  Dia  yang  telah  menghancurkan kuasa yang memperbudak dari dosa dan kematian. Dengan menyatukan segala sesuatu dengan diri-Nya, Kristus telah merajai semesta alam dan memproklamirkan hukum kekekalan.

Itulah sebabnya mengapa Kristus disebut sebagai “Adam kedua dan terakhir” (1Kor 15:46-439), yang kepada-Nya “segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya di bawah kaki-Nya” (1Kor 15:27) dan yang “dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya.” Fakta bahwa Kristus adalah Raja Semesta Alam, bisa kita alami melalui kuasa kebangkitan yang bekerja di antara kita. Bisakah kuasa Kristus kita alami di zaman modern ini? Dan apa konsekuensinya manakala kita mengakui Kristus sebagai raja kita?

Kristus: Pribadi yang Penuh Kuasa

Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam menyadarkan kita bahwa Tuhan Yesus Kristus junjungan kita adalah benar-benar pribadi yang mahakuasa. Dia berkuasa dan berwibawa dalam perkataan dan perbuatan (bdk. Ludah Yesus yang diaduk dengan tanah dan dioleskan pada mata si buta bisa menyembuhkannya (Yoh 9:6). Mrk 6:56= semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh!). Lebih dari itu semua, dengan bangkit dari kematian-Nya, Yesus berhasil mengalahkan kuasa dosa dan kerajaan Maut (1 Kor 15:26).

 Masihkah kuasa Yesus menjadi nyata dalam zaman modern ini? Bagaimana dengan fenomena “dunia yang tak kelihatan” yang sebenarnya juga kita akui dalam Syahadat yang panjang? Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam mau mengingatkan kita bahwa Kristus sungguh berkuasa dan sudah menaklukkan segala ketakhayulan, gangguan “dunia yang tak kelihatan”, dan ulah black magic.

Mari kita mengandalkan kuasa dan perlindungan Kristus. Bila kita tinggal dalam firman-Nya, hidup dalam kasih seperti yang diajarkan-Nya, niscaya kita menikmati perlindungan-Nya. Mari kita mempersilakan Tuhan Yesus Kristus merajai hati kita, memimpin hidup kita, dan menguasai seluruh budi dan kehendak kita. Niscaya kita akan menikmati kuasa dan perlindungan-Nya.

St.Ambrosius, 23 November 2013

Peringatan Kristus, Raja semesta Alam

Ch. Enung Martina

Komentar Anda

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>